HARIANSOLORAYA.COM, SOLO || Pertamina sebagai badan usaha milik negara yang diberi wewenang dan tanggung jawab oleh pemerintah untuk mengelola dan mendistribusikan serta melakukan pengawasan terhadap pendistribusian BBM oleh SPBU kepada masyarakat seakan diam, tutup mata dan pembiaran adanya mafia penimbun BBM bersubsidi yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat dan sangat merugikan negara.
Sepanjang Sukoharjo Wonogiri diduga masih merebak aksi nakal mafia BBM bersubsidi, para pemain sepertinya banyak tak tersentuh hukum.
Padahal BBM jenis Bio Solar maupun Pertalite seperti yang kita ketahui, pada dasarnya diperuntukan bagi masyarakat yang membutuhkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Praktek mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kian marak di Solo Raya mendapat respon Pengacara Kondang dari Solo, DR. BRM. Kusumo Putro, SH., MH. mengatakan para pelakunya bahkan seolah tak tersentuh hukum. Mengomentari hal tersebut, Kusumo mengatakan, maraknya praktik mafia BBM itu terjadi karena belum disertai dengan penindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Masih minimnya penindakan hukum terhadap praktek mafia BBM membuat bisnis ilegal solar bersubsidi ini terus terjadi, dan makin marak di Solo Raya” katanya
Kusumo menambahkan, praktek mafia BBM itu tidak lepas dari adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM selama ini. Para mafia itu menurutnya kerap menjalankan aksinya dengan memanfaatkan perbedaan harga BBM jenis solar subsidi dengan solar industri yang jauh lebih mahal.
Para mafia BBM itu biasanya melakukan penimbunan dan penyelundupan BBM solar bersubsidi yang seharusnya untuk rakyat, namun dijual kepada kalangan industri dengan harga lebih tinggi,” tegasnya.
Ketua Umum LAPAAN RI Jawa Tengah sekaligus Pengacara Kondang di Solo itu ikut memonitor seputar merebaknya mafia BBM subsidi itu menghimbau terhadap segenap para awak media dan rekan-rekan lembaga untuk bersama-sama bergerak senyap dilapangan baik untuk menguak dan membuktikan perihal merebaknya desas desus soal aksi para mafia BBM di Solo Raya tersebut.
Penimbunan jenis BBM bersubsidi ilegal sudah jelas, dasar hukumnya pelaku bisa dijerat tentang tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak yang di subsidi pemerintah. Ancaman pidana tidak main-main, pelaku bisa terpidana penjara paling lama 6 tahun, denda mencapai Rp 60 miliar. Mau kerja berapa tahun juga ludes pula akhirnya,” terang Kusumo.
Lanjut dia, penyalahgunaan BBM bersubsidi selain berpotensi adanya unsur-unsur pidana, terhadap potensi penyaluran yang diduga tidak sesuai prosedur, diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, tidak patut, berpihak atau terindikasi ada konflik kepentingan maka sudah tugas orang yang berbadan hukum untuk ikut menindaklanjutinya.
Sebagai Praktisi, Media dan Lembaga yang berbadan hukum legalitas jelas, tentunya sah memiliki tugas mengawasi pelayanan publik yang lingkupnya berupa barang publik, jasa publik dan pelayanan administratif.
Pemerintah sebagai penyedia BBM bersubsidi yang disalurkan melalui SPBU yang ada di seluruh Indonesia juga menjadi bagian pengawasan. Pelaksanaan tugas pengawasan dapat bersumber dari aduan maupun laporan atau memberikan saran perbaikan kepada stakeholder terkait melalui kajian sistemik.
Posisi yang dimaksud, Kusumo menjelaskan bahwa dalam melaksanakan fungsi pengawasan BBM subsidi juga perlu didukung dengan partisipasi masyarakat secara aktif. Karena masyarakat sebagai pengguna yang mengalami langsung akan lebih mengetahui kendala teknis di lapangan dan harapannya terhadap hal tersebut bisa menjadi bahan perbaikan dan evaluasi untuk terus memperbaiki proses penyaluran BBM bersubsidi kepada masyarakat, termasuk kebijakan fuel card yang saat ini masih terus diberlakukan dalam proses penyaluran BBM bersubsidi.
Dari keterangan yang di dapat, dapat disimpulkan adanya dugaan pihak SPBU ikut bermain nakal dengan pihak pengangsu solar. Karena di dapati pihak SPBU tersebut melakukan pengisian diluar batas terhadap armada sampai truk modifikasi (ngangsu) apalagi dengan cara pengisian bebas bolak balik.
Mari bersama-sama mengawasi, ikut berperan aktif mengevaluasi penyaluran BBM bersubsidi. Karena apapun kebijakannya, kita semua selalu punya semangat dan cita-cita yang sama untuk mewujudkan pelayanan publik berkualitas dan kondusif. Terkait hal semua ini, pihak kami bakal berkoordinasi ke Kapolda, Ombudsman, Mabes TNI dan institusi lainnya dalam sinergi serta untuk membongkarnya nanti.” pungkasnya. (Tim)
DR. BRM Kusumo Putro SH, MH, menjelaskan, dalam memerangi mafia solar serta para penimbun, diharapkan segenap tim mulai gencar-gencarnya memonitor dan mengumpulkan alat bukti data untuk menggulung para mafia BBM bersubsidi, seperti hal nya sinergi juga yang dilakukan baik Polda dan Bareskrim hingga BPH Migas.
Tapi itu ternyata semua tidak membuat keder dan ciut nyali para mafia solar, baik saya menghimbau bersama rekan-rekan perlu tampil kembali. Mereka secara terang-terangan melakukan aktivitas pengurasan solar juga pertalite siang dan malam hari dengan menggunakan truck, colt diesel, panther modif berkapasitas minim 1 ton, dengan memasang pompa untuk memindahkan solar bersubsidi dari tangki jalan ke dalam bak tangki modif penyimpanan (Torn) Kempu Tandon IBC (Bul). Saya berharap koordinasi rekan-rekan bersama dilapangan secara matang,” tegasnya.
Sosok pria yang terkenal supel juga Ketua LAPAAN RI ini juga menambahkan, terkait usaha penimbunan dan pengoplosan BBM jenis pertalite khususnya solar tersebut sudah melanggar UU Migas. Sama halnya dengan penyimpanan, untuk melakukan pengangkutan juga harus memiliki Izin. Dimana setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa Izin Usaha Pengangkutan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b UU Migas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).
Kemudian juga pada Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar juga PERPRES 191 tahun 2014 (Tanggal Penetapan 31 Desember 2014) Penyediaan Pendistribusian dan Harga jual eceran Bahan Bakar Minyak.
“Kami mendukung sepenuhnya upaya serta langkah rekan-rekan dalam mengawal pendistribusian dan memonitor BBM yang khususnya bersubsidi intinya. Kami siap berkolaborasi agar subsidi ini benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berhak. Adanya praktik BBM ilegal sangat merugikan. Mari kita sama-sama mengawal dan mengawasi pendistribusian energi bersubsidi ini,” jelasnya.
Kusumo juga menambahkan, sebagai masyarakat, tentu juga harus menunjukkan peran aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan BBM bersubsidi, baik di level pemerintah pusat maupun di daerah termasuk juga stakeholder terkait seperti Pertamina maupun pihak SPBU sebagai penyalur. Partisipasi aktif masyarakat yang secara langsung mengalami dan melihat kondisi di lapangan merupakan informasi awal untuk bisa disampaikan kepada pihak berwenang dalam melakukan evaluasi penyelenggaraan layanan. Terutama jika ditemukan hal-hal yang terindikasi tidak sesuai regulasi pada tahap penyaluran.
Melapor menjadi opsi yang paling baik untuk ikhtiar dan mewujudkan tujuan subsidi sesuai yang dicita-citakan. Karena melapor merupakan hak setiap masyarakat yang dilindungi undang-undang. Lalu, kemana bisa melapor, kami punya cara serta sistem tersendiri, tunggu saja. Kami menunggu berkas serta alat bukti data kelengkapan kolaborasi dari tim lapangan” Imbuhnya.
Aturan hukum pun tertuang jelas dalam Pasal 35 UU 25/2009 soal tentang Pelayanan Publik, bilamana terhadap penyelenggaraan pelayanan yang diduga dilakukan petugas tidak sesuai regulasi maka masyarakat bisa melapor ke pengawas internal dan pengawas eksternal. Adapun pengawas internal adalah atasan petugas tersebut dan pengawas fungsional sesuai peraturan perundang-undangan.
[Team]
Eksplorasi konten lain dari Harian Solo Raya - Berani, Tegas dan Bermartabat
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.